Apa anggapanmu tentang kewirausahaan dan sosok seorang entrepreneur? Ternyata, banyak hal-hal yang dianggap fakta padahal hanya mitos entrepreneur belaka. Nah, salah satu mitos entrepreneur yang berkembang di masyarakat adalah bahwa untuk menjadi seorang entrepreneur itu kita tidak perlu sekolah atau belajar. Padahal, ini tidak selalu benar.
Memang, tak bisa dipungkiri jika sudah banyak bukti beberapa entrepreneur sukses meski dia tidak mengenyam bangku sekolah tinggi. Ada yang karena tidak mampu bersekolah disebabkan ekonomi keluarga, ada yang di drop-out karena berbagai hal, ada juga yang memang akhirnya memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah karena ingin memulai bisnis langsung. Bagi mereka, aksi nyata adalah yang terpenting.
Lantas, benarkah jika kita ingin menjadi seorang entrepreneur tidak perlu belajar?
Baca Juga: Kapan Waktu yang Tepat Ambil Peluang? Begini Bocoran Pakar Entrepreneurship
Entrepreneurship Scientist sekaligus Founder Seci Institute Group, Pinpin Bhaktiar, tak menampik jika pernyataan tersebut berkembang di masyarakat sehingga menimbulkan pikiran bahwa entrepreneur yang penting kerja keras atau kerja otot. Menurut Pinpin, pada tahap awal pemikiran tersebut terbilang oke, tetapi ketika bisnis itu berhasil diambil atau dijalankan, maka tentu bisnis itu akan mengorganisasi.
“Nah, ketika bisnis mengorganisasi, maka akan membutuhkan berbagai tata kelola. Minimum 4 hal yang harus dikelola oleh seorang entrepreneur , yakni operasional, marketing, keuangan, dan juga sumber daya manusia. Nah bayangkan dengan kompleksitas yang seperti itu apakah seorang entrepreneur memutuskan tidak perlu melakukan pembelajaran? Silakan pertimbangkan sendiri,” tutur Pinpin kepada Olenka di Jakarta, belum lama ini.
Dikatakan Pinpin, menurut riset dari Stanford University, didapati bahwa berkisar 60 persenan startup unicorn (startupyang memiliki valuasi lebih dari 1 miliar USD), founder-nya ternyata lulusan S2 dan S3.
Baca Juga: 5 Tips Menjaga Api Entrepreneurship Menurut Pinpin Bhaktiar, Catat Ya!
“Kemudian, yang S1-nya itu ya berkisaran 30 atau 27 persenan. Justru yang drop-out itu cuma 1-3 persen. Nah, cuma yang jadi perbincangan hangat di masyarakat justru yang 1 sampai 3 persen ini nih. Terkait hal tersebut, semuanya tergantung kita mau ngikutin mazhab yang mana, mau mazhab yang 1-3 persen tadi, atau mau mazhab yang 97 persen ini,” terang Pinpin.
Pinyin melanjutkan, berbicara tentang ‘pembelajaran’ sendiri itu ada 2 jenis, yakni tacit knowledgedan explicit knowledge. Tacit knowledge sendiri adalah jenis pengetahuan yang sulit ditulisankan karena memiliki kualitas individu (gabungan antara pengetahuan kognitif dan praktek individu). Cara mendapatkan jenis pengetahuan ini pada umumnya dari self-learning (belajar otodidak), pengalaman berharga, keyakinan, dan pandangan hidup. Sementara itu, explicit knowledge adalah jenis pengetahuan yang dapat dilihat karena sudah didokumentasikan atau dirangkum dalam suatu karya.
“Nah ilmu lapangan ini disebut dengan tacit knowledge, artinya kita sebenarnya dalam hidup ini belajar banyak hal cuma tidak tercatat dengan baik, tidak terkonsep dengan baik. Sedangkan ilmu sekolah atau ilmu kampus tu yang disebut dengan explicit knowledge, atau ilmu yang tercatat,” kata Pinpin.
Baca Juga: Pinpin Bhaktiar: Setiap Pelaku Usaha Belum Tentu Seorang Entrepreneur
“Nah sebenarnya yang dicatat-catat di kampus itu adalah hasil dari potret lapangan. Jadi praktik hidup kita, kondisi semua yang ada di masyarakat, di bisnis itu yang dicatat di sekolahan, diformulasi jadilah konsep dan teori,” sambung Pinpin.
Pinpin pun lantas mengatakan jika sebenarnya praktik hidup, praktik bisnis dengan konsep dan teori tidak berjarak. Justru keduanya saling berdialog. Jadi menurutnya, seorang entrepreneur itu tidak bisa menghindari pembelajaran
“Kalaupun temen-temen tidak mau belajar yang explicit knowledge, ilmu pengetahuan yang formal, tapi sebenarnya temen-temen di lapangan juga udah jadi pembelajar, itu yang kita sebut dengan tacit knowledge, semua yang ada di depan mata, semua yang ada di praktik hidup teman-teman tanpa sadar kita pegang jadi pembelajaran. Toh kalau temen-temen sudah melihat bahwa ilmu lapangan dan ilmu sekolah itu saling berpadu dengan baik, yaudah cintai saja kedua-duanya, kunyah kedua-duanya,” pungkas Pinpin.
Baca Juga: Kiat Pinpin Bhaktiar Optimalkan Kekuatan Networking untuk Membangun Bisnis