Bagi pencinta sejarah, suasana padat di Candi Prambanan sering membuat eksplorasi terasa kurang leluasa. Padahal, Yogyakarta menyimpan banyak candi lain yang tak kalah penting dalam perkembangan arkeologi Jawa Kuno. Di sinilah pengunjung bisa menemukan ketenangan, mengamati detail arsitektur yang jarang dibahas, dan memahami dinamika kebudayaan masa klasik secara lebih dekat.
Deretan candi berikut menawarkan pengalaman yang lebih hening, lebih intim, dan tentu saja lebih kaya perspektif. Masing-masing memiliki karakter unik yang memperlihatkan perubahan gaya arsitektur, orientasi spiritual, hingga konteks lingkungan yang menyertainya. Berikut lima rekomendasi candi yang bisa menjadi rute alternatif untuk menikmati Yogyakarta dari sudut pandang yang berbeda.
Candi Kalasan

Candi Kalasan merupakan salah satu situs penting di Sleman yang merekam fase awal perkembangan arsitektur Buddha di Jawa. Berada di jalur utama Yogyakarta–Solo, candi ini mudah diakses namun tetap terasa tenang. Dibangun pada abad ke-8, struktur bangunannya masih menampilkan bentuk asli: ruang utama bujur sangkar, pahatan halus, serta bilik menjorok di setiap sisi.
Prasasti Kalasan yang bertarikh 778 M mencatat perintah pembangunan bangunan suci untuk Dewi Tara sekaligus biara bagi para pendeta Buddha pada masa Wangsa Syailendra. Detail arsitekturnya seperti mahkota candi, relief pada dinding luar, puluhan stupa di sekelilingnya, hingga penggunaan Vajralepa—bahan perekat kuno yang membuat permukaan candi lebih halus—menjadi penanda teknik konstruksi masa lampau. Lokasinya yang dekat Prambanan dan harga tiket yang relatif murah menjadikan Candi Kalasan sebagai persinggahan menarik bagi wisata sejarah.
Baca Juga: Libur Akhir Tahun: 86 Persen Wisatawan Tetap Pilih Jelajah Indonesia daripada Luar Negeri
Candi Plaosan

Masih di koridor sejarah timur Yogyakarta, Candi Plaosan menjadi contoh hubungan dua tradisi besar antara Buddha dan Hindu. Penelitian epigrafi menunjukkan candi ini dibangun pada masa Rakai Pikatan pada abad ke-9. Prasasti Cri Kaluhuran menyebut bahwa Pramodyawardhani dari Syailendra berperan dalam pendiriannya dengan dukungan Rakai Pikatan dari Sanjaya—sebuah bukti kerja sama politik dan spiritual pada masa Mataram Kuno.
Baca Juga: 5 Destinasi Wisata Bandung yang Paling Cocok untuk Liburan Keluarga
Kompleks Plaosan terbagi menjadi dua: Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Plaosan Lor memiliki dua candi induk dengan relief tokoh perempuan dan laki-laki, halaman luas, serta ratusan struktur perwara yang mencerminkan aktivitas ritual yang kompleks. Sementara itu, Plaosan Kidul menyimpan deretan stupa dan candi perwara. Parit yang mengelilingi kompleks turut berperan menjaga stabilitas tanah. Dengan akses mudah dan tiket yang sangat terjangkau, suasana Plaosan yang tenang menawarkan pengalaman visual dan historis yang memikat.
Candi Ijo

Candi Ijo berdiri megah di Bukit Ijo pada ketinggian sekitar 410 meter, menjadikannya candi tertinggi di Yogyakarta. Dibangun sekitar abad ke-9, kompleks ini terdiri dari sebelas teras berundak yang menunjukkan tingkat kesakralan. Teras tertinggi menampung candi utama dan tiga perwara dengan ornamen Hindu yang kuat, termasuk motif kala makara.
Uniknya, pada teras kesembilan ditemukan dua prasasti berisi istilah Guywan atau Bluyutan serta rangkaian mantra yang diduga sebagai kutukan, memberikan petunjuk tentang praktik keagamaan kala itu. Dari atas bukit, pengunjung dapat menyaksikan panorama perbukitan dan jalur pesawat yang melintas menuju Bandara Adisutjipto. Kombinasi arsitektur, lanskap, dan konteks sejarah membuat Candi Ijo menjadi salah satu situs yang paling menarik untuk memahami kebudayaan Hindu di kawasan timur Sleman.
Candi Barong

Berada di perbukitan Batur Agung, tidak jauh dari Ratu Boko, Candi Barong berasal dari abad ke-9 hingga 10. Candi ini didedikasikan untuk pemujaan Wisnu dan Sri, mencerminkan kehidupan agraris masyarakat setempat. Berbeda dari banyak candi Hindu lainnya, Candi Barong tidak memiliki bilik dalam. Struktur utamanya terdiri dari tiga teras berundak yang menampung dua candi utama dan beberapa relung.
Motif kala barong dan figur gana menjadi ornamen khas yang berfungsi sebagai simbol perlindungan. Menariknya, wajah kala barong di sini tidak digambarkan menakutkan seperti pada candi Hindu lainnya. Akses menuju Candi Barong cukup mudah dan tiketnya terjangkau. Lanskap perbukitan yang terbuka menjadikan lokasi ini favorit untuk menikmati cahaya matahari sore sembari melihat aktivitas pertanian di lereng bukit.
Baca Juga: 7 Tempat Wisata Garut yang Wajib Masuk Daftar Liburan Kamu
Candi Gebang

Candi Gebang berada di Dusun Gebang, Ngemplak, dan dikenal sebagai salah satu candi Hindu tertua di Yogyakarta. Penemuan awalnya bermula dari laporan arca Ganesha pada 1936 yang kemudian memicu penyelidikan resmi. Ukurannya kecil—sekitar 5,25 x 5,25 meter—dengan struktur sederhana, minim relief, dan pola khas candi Siwa awal.
Temuan lingga yoni serta keberadaan arca Agastya, Ganesha, dan Durga memperkuat fungsi pemujaannya. Dalam riwayat lokal, sebagian batu candi pernah dipinjam warga sebelum dikembalikan untuk rekonstruksi oleh van Romondt pada masa kolonial. Meski kecil, Candi Gebang memiliki nilai penting karena menunjukkan tahap awal perkembangan arsitektur Hindu Mataram Kuno. Hingga kini, sejumlah umat Hindu masih melakukan ritual di lokasi tersebut, menjadikan situs ini hidup dalam tradisi.
Menjelajahi candi-candi alternatif di Yogyakarta membuka ruang baru untuk memahami ragam arsitektur, ritual, hingga relasi manusia dengan alam pada masa klasik. Tanpa hiruk-pikuk keramaian, setiap kunjungan menawarkan kesempatan untuk meresapi sejarah Jawa Kuno secara lebih mendalam—sebuah perjalanan hening namun kaya makna.