Di tengah meningkatnya kekhawatiran global terhadap dampak lingkungan dari industri kecantikan, L’Oréal Indonesia kembali menunjukkan kepemimpinannya lewat kampanye “Join the Refill Movement”.

Gerakan ini bukan sekadar ajakan, tetapi langkah konkret untuk mendorong perubahan pola konsumsi masyarakat menuju praktik yang lebih ramah lingkungan.

Melalui inovasi sistem isi ulang di berbagai lini produknya, L’Oréal ingin menjadikan refill bukan hanya alternatif, melainkan kebiasaan baru dalam kehidupan sehari-hari pecinta kecantikan.

Dan, dalam upaya memperkuat pilar keberlanjutannya, L’Oréal tak hanya berfokus pada inovasi produk, tetapi juga membangun sistem sirkular yang menyentuh seluruh siklus hidup sebuah produk, dari awal produksi hingga kembali ke konsumen.Konsep ini, yang dikenal sebagai driving circularity, menjadi salah satu aspek penting dari roadmap keberlanjutan L’Oréal menuju 2030.

“Memang sebagai manusia, kita pasti menghasilkan sampah. Tapi pertanyaannya adalah, sejauh mana kita bisa mengambil kembali dan mengelola limbah itu secara sirkular?” ujar Melanie Masriel, Chief of Corporate Affairs, Engagement, & Sustainability L’Oréal Indonesia, saat press conference ‘L’Oreal Beauty That Moves: Join The Refill Movement’, yang digelar di L'Oréal Indonesia Head Office, DBS Bank Tower, Jakarta, belum lama ini.

Driving circularity adalah langkah konkret untuk mengubah cara kita memproduksi dan mengonsumsi agar lebih bertanggung jawab, dan itu akan jadi bahasan utama kita hari ini,” sambung Melanie.

Dikatakan Melanie, salah satu fokus L’Oréal adalah mengakselerasi inovasi dan transformasi kemasan. Perusahaan menargetkan pengurangan 50% penggunaan virgin plastic untuk kemasan produk dibandingkan tahun 2019, serta menurunkan packaging intensity, yakni jumlah kemasan yang digunakan per produk hingga 20%.

"Packaging intensity itu maksudnya, dari satu produk, seberapa banyak kemasan yang dibutuhkan. Semakin kecil intensitasnya, semakin kecil dampaknya terhadap lingkungan," jelas Melanie.

Baca Juga: L’Oréal Gaungkan Gerakan Refill untuk Masa Depan yang Lebih Berkelanjutan

Lebih dari itu, L’Oréal juga berkomitmen bahwa pada tahun 2030, 50% bahan kemasan yang digunakan berasal dari material daur ulang atau berbasis hayati. Inovasi ini tidak hanya menuntut teknologi tinggi, tetapi juga perubahan paradigma dalam proses desain dan distribusi produk.

Retail pun menjadi bagian integral dari strategi circularity ini. Melalui gerakan Join the Refill Movement, L’Oréal berkolaborasi dengan mitra retail untuk menyediakan sistem isi ulang yang tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga nyaman bagi konsumen.

"Lewat refill, kita bisa mengurangi penggunaan kemasan hingga 20–30%. Bahkan dari sisi logistik pun, karena bobotnya lebih ringan, jejak karbon dari transportasi bisa ditekan signifikan,” tambah Melanie.

Menurut Melanie, komitmen refill ini tak terbatas hanya pada satu kategori, melainkan tersedia di seluruh lini produk L’Oréal, mulai dari skin care, make up, hair care, hingga fragrance high-end seperti YSL.

“Refill sudah tersedia bahkan untuk produk premium seperti hair oil dan parfum. Ini adalah bagian dari upaya kami menjadikan refill sebagai the new norm di industri kecantikan,” jelasnya.

Menurut Melanie, upaya ini menjadi bukti nyata bagaimana L’Oréal membangun keberlanjutan secara end-to-end. Setiap titik dalam siklus hidup produk, mulai dari formulasi berbasis green science, inovasi kemasan, proses manufaktur, hingga distribusi dan konsumsi, dipastikan mengusung prinsip keberlanjutan.

Bahkan dalam setiap event dan aktivitas pemasaran, L’Oréal telah menetapkan panduan untuk pengelolaan limbah yang bertanggung jawab, bekerja sama dengan mitra waste management profesional.

“Di L’Oréal, keberlanjutan bukan sekadar program tambahan. Ia adalah bagian dari performa bisnis, bahkan memengaruhi bonus karyawan kami. Karena itu, komitmen ini bukan hanya tentang planet, tapi juga tentang tanggung jawab moral dan sosial,” pungkas Melanie.

Baca Juga: L’Oréal Indonesia Pertegas Komitmen 20 Tahun Dukung Perempuan Peneliti Indonesia