Setelah menyelesaikan pendidikannya, Marie memulai praktik kedokterannya di rumah sakit utama di Batavia—sekarang Jakarta, Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting, atau kini lebih dikenal dengan Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. 

Sepanjang kariernya, Marie dikenal sebagai dokter spesialis ginekologi dan kebidanan. Ia menjadi salah satu dokter pertama yang berperan dalam perumusan kebijakan pengendalian kelahiran melalui metode kontrasepsi Intrauterine Device (IUD). Dengan kepeduliannya terhadap kesehatan reproduksi, Marie mengusulkan penggunaan IUD sebagai solusi untuk membantu mengontrol kehamilan secara lebih efektif.

Selain mengabdi di Jakarta, Marie juga pernah bertugas di Medan dan Manado. Setelah itu, ia kembali ke Batavia dan bergabung dengan Rumah Sakit Budi Kemuliaan, yang didirikan oleh yayasan SOVIA. 

Pada 16 Maret 1929, Marie pun menikah dengan Mohammad Joesoef, seorang dokter yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Setelah pernikahan mereka, pasangan ini pindah ke Padang, di mana Thomas bergabung dengan Dinas Kesehatan Masyarakat yang dulu lebih dikenal dengan sebutan Dienst der Volksgezondheid

Beberapa tahun kemudian, Marie dan Joesoef pun kembali ke Batavia. Saat itu, Marie mulai aktif dalam organisasi politik dan sosial, termasuk Persatuan Minahasa—partai yang juga diikuti oleh tokoh seperti Sam Ratulangi. Setelah itu, Marie dan suaminya kembali ke Sumatra Barat dan menetap di Fort de Kock—sekarang Bukittinggi. 

Baca Juga: 10 Perempuan Pebisnis Ternama di Industri Kecantikan Indonesia

Di sinilah Marie mengambil langkah besar dalam dunia kesehatan. Dengan dukungan sang suami, ia mendirikan sekolah kebidanan pertama di Sumatra pada tahun 1950, yang juga menjadi sekolah kebidanan kedua di Indonesia. Keberadaan sekolah ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan Marie, semakin mengukuhkan dedikasinya dalam meningkatkan kesehatan ibu dan anak di tanah air.

Setelah lebih dari 40 tahun mengabdikan diri di dunia kesehatan, Marie menghembuskan nafas terakhir pada 1966. Marie meninggal dunia di usia 70 tahun latara pendarahan otak yang dialaminya. 

Namun, mengutip dari laman Kompas, Marie meninggal dunia akibat serangan jantung. Saat itu, ia menjabat sebagai Kepala RSU Bukittinggi dan sebenarnya telah diberikan cuti selama sebulan karena kesehatannya yang menurun. Namun, Marie tetap bekerja tanpa mengindahkan nasihat rekan-rekannya. 

Dalam satu tahun terakhir, Marie diketahui telah mengalami serangan jantung sebanyak enam kali. Sehari sebelum wafat, meski dalam kondisi sakit, Marie masih mengajar di sekolah bidan yang ia dirikan, menunjukkan dedikasi dan semangatnya yang tak tergoyahkan hingga akhir hayat.