Di tengah masih terbatasnya representasi perempuan di dunia akademik dan pemerintahan, sosok Denni Puspa Purbasari hadir sebagai sosok wanita teladan. Ekonom dan akademisi ini tidak hanya menorehkan prestasi gemilang di kancah internasional, tetapi juga membuktikan kepemimpinannya dalam melaksanakan program strategis pemerintah.
Sejak Maret 2020, Denni menjabat sebagai Executive Director Program Management Office (PMO) Kartu Prakerja, memimpin implementasi inisiatif yang dirancang untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja Indonesia sekaligus menjawab tantangan ketenagakerjaan di era digital.
Kiprah Denni menegaskan bahwa perempuan mampu menembus batas, memadukan kecemerlangan intelektual dengan dedikasi pengabdian, dan menjadikannya figur inspiratif bagi generasi muda.
Dan dikutip dari berbagai sumber, Senin (25/8/2025), berikut Olenka ulas profil singkat Denni Puspa Purbasari.
Latar Belakang Pendidikan
Dikutip dari laman LinkedIn pribadinya, Denni diketahui pernah menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan fokus pada bidang Ekonomi (1993–1997). Kecintaannya pada ilmu ekonomi kemudian membawanya melanjutkan studi ke luar negeri.
Pada 1999–2000, Wanita kelahiran 25 Oktober ini pun menyelesaikan pendidikan Master of Science (MS) di bidang Economics di University of Illinois Urbana-Champaign.
Tak berhenti di situ, Denni melanjutkan pendidikan doktoral di University of Colorado Boulder, Amerika Serikat, dan berhasil meraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) di bidang Economics pada 2006.
Raih Doktor di Usia 30 Tahun
Denni diketahui lulus doktor (Ph.D) dari jurusan Ekonomi Universitas Colorado di Boulder, Amerika Serikat tahun 2006. Gelar doktor ini diperolehnya di usia 30 tahun. Sebelumnya, ia juga mengambil master di kampus yang sama dalam waktu satu tahun.
Meraih gelar doktor di luar negeri di usia 30 tahun bukanlah perkara mudah. Selain persaingan yang begitu ketat, beasiswa yang pas-pasan, juga target waktu kelulusan yang sudah ditetapkan oleh sponsor sangat ketat.
Namun Denni, bisa mensiasati semua itu. Bahkan ia lulus dengan IP 3,75. Berbarengan dengan itu, dia menerima Student Teaching Award (STA) 2006 dari Jurusan Ekonomi Universitas Kolorado di Boulder, AS.
Untuk penelitian disertasinya, Denni mengulas tentang internasional trade and development. Untuk menyelesaikan pendidikan doktor, Denni mengaku harus rela tidur hanya 4 jam sehari.
Tidak heran, 14 jam ia menghabiskan waktu hanya untuk belajar dan mengerjakan soal.
"Dulu saat Ph.D., saya tidur kurang lebih 4 jam. Saya belajar 14 jam. Saya melahap buku dan exercise, seperti itu terus. Sekarang saya tidurnya naik 5-6 jam. Jadi is not good," tuturnya, sebagaimana dikutip dari laman ugm.ac.id.
Baca Juga: Direktur Eksekutif PMO Prakerja Ingatkan Pemimpin Itu Jangan Sombong
Karier dan Perjalanan Profesional
Sejak lama, Denni dikenal sebagai akademisi sekaligus praktisi kebijakan publik. Setelah selesai doktor, Denni pun hanya membayangkan akan mengajar dan meneliti sebagai bagian dari tugasnya seorang pengajar.
Beruntung bagi Denni, tidak lama pulang ke Indonesia ia pun dinominasikan oleh dekan FEB, Prof. Ainun Naim, MBA, Ph.D., untuk menjadi tim asistensi Menteri Keuangan Sri Mulyani. Tiga tahun ia bekerja di Depkeu (sekarang bernama Kemenkeu). Pengalaman ini memberinya kesempatan langsung untuk berkontribusi dalam perumusan kebijakan fiskal nasional.
Perjalanan kariernya kemudian berlanjut saat ia ditunjuk sebagai asisten staf khusus bidang ekonomi Wakil Presiden RI, Boediono. Pengalaman bekerja dekat dengan pucuk pimpinan negara memperkaya perspektifnya tentang ekonomi makro dan tata kelola pemerintahan.
Selanjutnya, pada 2015, Denni mendapat amanah sebagai Wakil Kepala Staf Ekonomi Presiden RI. Jabatan ini dijalaninya hingga 2020.
Kemudian, pada 17 Maret Maret 2020, Denni pun dipercaya menahkodai Program Management Office (PMO) Program Kartu Prakerja sebagai Executive Director, yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI.
Dengan tim beranggotakan lebih dari 180 orang, Denni menekankan bahwa tujuan utama Prakerja adalah meningkatkan produktivitas, mendorong kewirausahaan, dan membantu tenaga kerja beradaptasi dengan perubahan dunia kerja. Di posisi ini, ia berkontribusi dalam merancang dan mengawasi pelaksanaan inisiatif penting pemerintah untuk pengembangan kompetensi tenaga kerja.
Prestasi dan Pengakuan
Selain kiprah di pemerintahan, Denni juga aktif di dunia akademik sebagai dosen Ilmu Ekonomi di FEB UGM. Prestasi dan dedikasi Denni juga tidak hanya tercermin dari kepemimpinan dan pemikiran strategisnya, tetapi juga dari berbagai penghargaan bergengsi yang pernah ia terima.
Ia merupakan penerima Satya Lencana Karya Satya X dari Presiden Republik Indonesia atas pengabdiannya sebagai aparatur sipil negara.
Di dunia akademik internasional, kiprahnya pun mendapat pengakuan. Denni berhasil meraih beasiswa Fulbright, salah satu beasiswa paling prestisius di dunia yang membuka jalan baginya untuk melanjutkan studi doktoral di Amerika Serikat.
Selama menempuh pendidikan di University of Colorado Boulder, ia juga meraih sejumlah penghargaan, antara lain Stanford Calderwood Student Teaching Award, James C. Campbell Thesis Research Award, Beverly Sears Student Research Award, serta The University of Colorado Fellowship.
Pengakuan ini mempertegas reputasinya sebagai akademisi yang tidak hanya berprestasi di ruang kelas, tetapi juga memberi dampak nyata melalui kebijakan publik.
Inspirasi dan Harapan
Bagi Denni, rakyat Indonesia adalah sumber inspirasi terbesar.
“Mereka adalah alasan saya melakukan ini semua. Kehidupan mereka layak untuk diperjuangkan,” paparnya.
Ia bermimpi agar inovasi yang terbukti efektif seperti Prakerja dapat diadopsi lebih luas ke berbagai program pemerintah. Denni percaya, Indonesia mampu menapaki jalan transformasi seperti yang dilakukan Singapura, Korea Selatan, dan Tiongkok.
“Saya harus manfaatkan ilmu dan jabatan saya bagi kesejahteraan masyarakat untuk membuat perbedaan, menyalakan harapan. Mumpung saya punya kesempatan,” tegasnya, dikutip dari govinsider.asia.
Baca Juga: Mengenal Sosok dan Perjalanan Karier Meutya Hafid, dari Jurnalis Kini Duduki Kursi Menteri
Gaya Kepemimpinan Denni Puspa Purbasari
Dalam satu kesempatan, Denni pun pernah menekankan bahwa seorang pemimpin akan terlihat kuat apabila mampu tampil percaya diri. Namun, ia mengingatkan bahwa percaya diri berbeda dengan kesombongan.
“Confident yes, tapi saya bukan orang sombong. Saya gak suka sombong karena banyak hal yang saya gak ngerti. Banyak orang hebat yang saya temui dalam hidup saya,” tutur Denni dalam sebuah video, sebagaimana dikutip Olenka, Senin (25/8/2025),
Menurut Denni, dalam hidup selalu ada orang yang lebih pintar, lebih berpengalaman, dan memiliki pencapaian luar biasa. Namun, mereka tetap rendah hati. Karena itu, ia menegaskan bahwa kesombongan tidak memiliki tempat dalam kepemimpinan.
“Jadi buat saya sombong, lu gila ya, gak tau diri. Karena apa, lu gak liat si itu, si itu. Itu aja cowok lebih pinter aja, sangat humble. Lu gak ada segininya, ngapain lo sombong. Gak ada tuh kamus sombong di hidup. Kalau confident, maybe yes,” tambahnya.
Selain sikap rendah hati, Denni menyoroti pentingnya kemampuan mendelegasikan pekerjaan. Semakin tinggi posisi seorang pemimpin, semakin besar pula kebutuhan untuk membagi tugas dengan tim.
“Pemimpin itu makin ke atas, makin harus mampu mendelegasikan. Bahasa terangnya apa? Nyuruh. Kalau mau jadi leader, you harus punya ability to nyuruh, kemudian marahin dan memuji,” jelasnya.
Banyak orang, lanjut Denni, enggan menegur atau memberi instruksi karena takut dianggap tidak baik. Namun hal ini justru bisa membuat pemimpin kewalahan dengan pekerjaannya sendiri.
“Kalau you lakukan sendiri, mati loh. Akhirnya apa? Overwhelmed dengan pekerjaan. Itu sebabnya, pemimpin harus punya tim yang solid dan bisa mendelegasikan pada orang yang tepat,” terangnya.
Denni juga menekankan bahwa seorang pemimpin bukan hanya bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi juga bertanggung jawab membangun tim yang tangguh.
“Saya tahu bahwa saya tidak bisa bekerja sendiri. I need my team. Tapi bagaimana my team bisa lari secepat saya. Kalau jatuh, jatuhnya bareng. Kalau happy, happy bareng,” katanya.
Bagi Denni, proses kepemimpinan bukan hanya soal mencapai target, tetapi juga tentang bagaimana seorang pemimpin dapat mengembangkan orang-orang di sekelilingnya.
“Bukan saya sendiri yang belajar, tetapi tim saya juga belajar. Bagaimana saya bisa membesarkan tim saya, mempromosikan anak-anak di tim saya, supaya mereka confident dan mereka jadi hebat,” tutupn Denni.
Baca Juga: Mengenal Sosok dan Perjalanan Karier Amalia Adininggar Widyasanti, Kepala BPS Perempuan Kedua RI