Di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) fokus perkuat digitalisasi pertanahan untuk mempersempit ruang gerak mafia tanah. Hal itu disampaikan Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025).

"Melawan mafia tanah yang paling efektif itu adalah membentengi diri. Membuat sistem yang akurat yang akuntabel supaya sistem kita enggak bisa dibobol, enggak bisa diakali," tegas Menteri ATR/Kepala BPN.

Baca Juga: Lewat Sertipikasi, Kementerian ATR/BPN Pastikan Pengelolaan dan Kepastian Hukum Atas Tanah Ulayat di Sumatra Barat

Menurutnya, penguatan digitalisasi sistem pertanahan di Kementerian ATR/BPN mampu menekan kasus sengketa baru dalam setahun terakhir. "Belum ada produk kita selama setahun ini digugat orang maupun bermasalah dengan orang. Semua masalah (pertanahan dan tata ruang, red) yang ada itu adalah masalah-masalah residu pada 5 tahun, 10 tahun, bahkan 15 tahun yang lalu," ungkap Menteri Nusron.

Sejak awal 2025, Kementerian ATR/BPN telah mengimplementasikan sejumlah layanan berbasis elektronik, mulai dari Sertipikat Elektronik hingga peralihan hak elektronik. Langkah ini dibarengi dengan peningkatan keamanan siber berlapis untuk memastikan seluruh data pertanahan terlindungi dari risiko manipulasi maupun kebocoran. 

Sebagai bagian dari roadmap transformasi digital pertanahan, Kementerian ATR/BPN juga menargetkan pada tahun 2028 layanan pertanahan akan berbentuk digital seluruhnya dengan penerapan teknologi blockchain. Teknologi blockchain dinilai unggul dalam hal keamanan, transparansi, dan akuntabilitas data dibandingkan sistem konvensional. Setiap transaksi atau perubahan data pertanahan yang terekam dalam blockchain bersifat permanen dan tidak dapat diubah tanpa jejak digital sehingga mencegah manipulasi dan pemalsuan dokumen.

Selain itu, seluruh proses akan tercatat dalam jaringan terdesentralisasi yang dapat diverifikasi oleh berbagai pihak, menjadikan sistem ini relatif bebas intervensi maupun penyalahgunaan wewenang. Penerapan blockchain dipercaya mampu menekan peluang terjadinya konflik pertanahan sekaligus mempersempit ruang gerak mafia tanah secara signifikan.

Meski belum sepenuhnya menggunakan teknologi blockchain, upaya digitalisasi sistem pertanahan Kementerian ATR/BPN sudah membuahkan hasil. Pada 2025, Kementerian ATR/BPN berhasil mencegah potensi kerugian negara senilai Rp9,67 triliun, yang mencakup penyelamatan sekitar 13 ribu hektare tanah. 

"Kementerian ATR/BPN optimistis pelaksanaan penuh roadmap transformasi digital hingga tahun 2028 akan menjadi langkah strategis untuk menuntaskan praktik mafia tanah di Indonesia," pungkas Nusron.