Visual Artist, Muchlis Fachri alias Muklay, kembali menghadirkan kejutan lewat kolaborasi terbarunya bersama Digimap.

Setelah sebelumnya menjadi kolaborator pertama brand tersebut, Muklay kini menghadirkan sederet karakter dari universe ciptaannya yang dikemas dalam produk-produk eksklusif.

“Waktu itu pertama kali opening story Digimap di sini, gue juga jadi first collaboration-nya mereka, sebelum Darbotz dan Ika. Pas banget di tahun ini gue lagi develop banyak banget IP,” ungkap Muklay, saat ditemui Olenka,  di PIM 3 Jakarta, baru-baru ini.

Muklay menuturkan, salah satu karakter utama yang dikembangkan olehnya adalah Jabrik, sosok dengan rambut kuning yang menurutnya merepresentasikan sisi personal dan jujurnya sebagai seniman.

“Emang karakter ego gue ya si Jabrik itu. Jadi itu versi jujur dari gue pribadi,” kata Muklay.

Namun, kata dia, mengembangkan Jabrik ke ranah desain 3D bukanlah hal mudah. Muklay mengaku tengah menyiapkan Jabrik untuk diwujudkan menjadi toys di masa depan.

Namun, dari situlah lahir karakter-karakter lain yang menjadi teman Jabrik, seperti Harold, Barry, Masami, hingga Hana.

“Harold ini temennya Jabrik. Gue buat sekitar 50-an karakter, tapi yang baru gue deliver ke Digimap mungkin enam. Barry itu bentuknya kayak beruang, Masami terinspirasi dari sukulen, dan Hana gue ambil dari bahasa Jepang, artinya bunga,” jelasnya.

Banyak karakter Muklay lahir dari pengalaman dan kesehariannya. Barry, misalnya, terinspirasi dari kecintaannya pada AirPods Max.

“Pokoknya dia lagi pake AirPod, karena gue suka banget sama AirPod Max. Waktu pertama kali keluar gue emang suka banget sama bentuknya yang ikat di kepala,” tutur Muklay.

Sementara itu, Masami tercipta dari hobinya merawat tanaman kaktus dan sukulen.

“Kebetulan gue juga suka banget sama kaktus dan sukulen. Jadi itu terinspirasi dari kesayangan gue ngurusin tanaman,” tambahnya.

Baca Juga: Perluas Dukungan Industri Kreatif Lokal, Digimap Rilis Merchandise 'Muklayground'

Meski banyak tawaran kolaborasi, Muklay memilih kembali bekerja sama dengan Digimap. Menurutnya, alasannya sederhana, yaitu ekosistem Apple yang melekat dengan kesehariannya.

“Yang menyatukan gue adalah si iCloud. Gue perlu banget database besar, apalagi gue sering traveling. Gue bisa kerja di mana aja lewat iPad, terus di rumah tinggal pindahin ke MacBook. Fleksibel banget,” jelas Muklay.

Berbeda dengan kolaborasi pertamanya yang penuh warna, kali ini Muklay memilih palet yang lebih selektif.

“Kalau yang kemarin warnanya dar-der-dor banget, sekarang gue lebih toned down. Walaupun ada 30-an warna, tapi lebih dominan hijau dan biru. Jadi lebih adem,” ujar Muklay.

Bagi Muklay sendiri, tantangan terbesar dalam kolaborasi adalah menerjemahkan karya tangan menjadi produk jadi. Namun, ia mengapresiasi Digimap yang menurutnya memberi ruang penuh untuk berekspresi.

“Ketika karya ditransfer jadi produk, pasti ada tantangan. Tapi Digimap sangat membebaskan gue untuk membuat karya. Itu jarang banget terjadi di brand besar. Menurut gue, ini contoh bagaimana brand bisa menghargai visual artist,” jelasnya.

Menurut Muklay, kebebasan itu justru bisa jadi inspirasi, bukan hanya untuk seniman lain, tapi juga bagi brand-brand besar.

“Banyak visual artist yang stuck karena takut dikekang brand. Tapi kalau bisa ketemu di tengah, itu solusi terbaik. Digimap membuktikan kolaborasi bisa saling menghargai,” tutup Muklay.

Baca Juga: Digimap Buka Apple Premium Partner Pertama di Jakarta Utara, Hadirkan Layanan Belanja dan Servis dalam Satu Atap